BANDUNGMU.COM, Bandung – Anggota Komisi V DPRD Provinsi Jawa Barat Enjang Tedi menyayangkan adanya kasus kekerasan seksual yangg terjadi kembali di Kabupaten Garut.
Kali ini menimpa 10 anak usia sekolah dasar (SD) di Kecamatan Cibatu dan kasusnya sudah berulang sejak 2018 lalu.
Menanggapi perihal itu, dia mendesak pemerintah provinsi segera membentuk Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Jawa Barat.
Bahkan, kata Enjang, pendampingan dan perlindungan anak di Garut hingga saat ini tetap dilakukan oleh KPAID Tasikmalaya sehingga dia juga mendesak agar Pemda Garut kudu segera membentuk KPAID di Garut.
“Berdasar UU 35 tahun 2014 ada 7 kegunaan KPAID di tingkat Jabar alias di tingkat kota dan kabupaten ialah sebagai pengawasan penyelenggaraan perlindungan anak, menjalankan kegunaan mediasi, kegunaan advokasi, dan memberikan masukan kepada pemerintah wilayah mengenai penyelenggaraan perlindungan anak,” ujar Enjang Tedi, Rabu (03/05/2023).
Di Garut, kata Enjang, seperti kejadian gunung es, ialah banyak kasus kekerasan anak yangg keluarganya enggan melapor dan lebih memilih diselesaikan secara kekeluargaan.
Atas perihal itu, lanjut Enjang, perlu edukasi mengenai pentingnya penanganan kasus hingga pemulihan korban, termasuk family korban.
“Ini pentingnya gimana pemerintah datang mulai dari tingkat RT dan RW, desa, hingga Pemda untuk menyusun solusi alias problem solving ketika menghadapi kasus kekerasan anak yangg muncul di lingkungannya. Saya bakal terus mendorong dan mendesak agar Pemprov segera membentuk KPAID Jabar dan Garut agar ada pengawasan dan perlindungan terhadap anak lebih efektif dan akseleratif,” tegas Enjang.
Enjang memastikan pihaknya bakal berkoordinasi lintas sektor ialah dengan Pemda Garut dan Pemprov Jabar untuk mengawal kasus yangg menimpa puluhan anak di Cibatu tersebut.
Menurutnya, saat ini yangg krusial dilakukan adalah pemulihan psikis bagi ke 10 anak dan keluarga.
“Keluarga korban tidak boleh takut dengan intimidasi alias ancaman dalam corak apa pun. Kalau takut, jangan ragu lagi saya pribadi sangat terbuka dan siap membantu mengawal proses norma pelaku. Saya juga siap jika ke 10 korban ini memerlukan pendampingan dan konseling,” kata Enjang.
Terhadap pelaku kekerasan seksual anak di Cibatu itu, Anggota Fraksi PAN DPRD Jawa Barat ini pun mendorong abdi negara agar menghukum pelaku sesuai dengan perbuatannya. Enjang berharap, kasus ini tidak terulang lagi, terutama di Garut
“Apa yangg saya sampaikan bahwa family dan lingkungan menjadi garda utama dalam menjaga moral anak. Ini miris jika betul apa yangg disampaikan family korban bahwa mereka diintimidasi family pelaku, artinya ada persekongkolan jahat dalam kasus ini, kudu dihukum berat,” imbuh Enjang.
Sebagai informasi, kedua pelaku penyimpangan seksual terhadap anak itu merupakan kerabat kandung namalain kakak beradik. Mereka melakukan aksinya di tempat pemakaman umum (TPU).
Sebelumnya, kasus ini terbongkar setelah orang tua korban mengadu ke Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Serikat Petani Pasundan (SPP) Garut.
Menurut salah satu orang tua korban, perbuatan kedua pelaku dilakukan acapkali di makam, sawah, apalagi sampai di belakang laman masjdi Alun-alun Cibatu.
“Yang lain orang tua enggak berani, jadi wakili saja katanya laporannya. Untuk anak saya tiga kali dilakukan sodomi itu, jadi awalnya dirayu dibelikan layangan sama kemiri. Namun, tiba-tiba anak saya ngaku dibawa ke makam, terus digitu sama si pelaku,” kata orang tua korban, yangg identitasnya enggan disebutkan, Selasa (02/05/2023) kemarin.
Mengutip beragam sumber, di antaranya laman Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni-PPA), Jawa Barat tetap menempati urutan 5 besar provinsi dengan kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan. Paling mendominasi adalah kasus kekerasan seksual.
Pada 2020, kasus kekerasan tersebut menimpa 337 korban laki-laki dan 1.015 korban perempuan. Paling banyak, kasus didominasi oleh 302 kasus kekerasan psikis, 319 kasus kekerasan fisik, dan 547 kasus kekerasan seksual.
Pada 2021, kasus tersebut mencapai 372 korban laki-laki dan 1.566 korban perempuan. Kasus terbanyak tetap didominasi oleh 483 kasus kekerasan fisik, 511 kasus kekerasan psikis dan 714 kasus kekerasan seksual.
Sementara itu, pada 2022, terdapat 314 korban laki-laki dan 1.819 korban perempuan. Paling banyak, kasus didominasi oleh 649 kasus kekerasan psikis, 540 kasus kekerasan fisik, dan 842 kasus kasus kekerasan seksual.***