MUHAMMADIYAH.OR.ID, JAKARTA – Kodifikasi dan pengayaan mengerti Islam Berkemajuan dibakukan dalam Muktamar Muhammadiyah ke-48 di Surakarta melalui terbitnya arsip Risalah Islam Berkemajuan.
Risalah ini berfaedah sebagai pedoman keberagamaan maupun langkah pandang Muhammadiyah yangg unik dalam menerjemahkan dan mengamalkan aliran Islam.
Meski telah terkodifikasi, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode 2005-2015, Din Syamsuddin mengatakan jika Risalah ini tetap perlu disempurnakan.
Apalagi untuk menjadi sebuah pandangan alam (worldview), Risalah ini menurutnya belum memenuhi syarat. Belum diformulasikannya dimensi kosmologi dianggap sebagai kekurangan itu. Meminjam istilah dari almarhum Nurcholish Madjid, Din menilai Risalah ini perlu ditinjau dari beragam aspeknya.
“Islam Berkemajuan yangg sudah menjadi trademark Muhammadiyah, sudah kita kodifikasi dan kita bakukan menjadi Risalah Islam Berkemajuan kudu terbuka untuk penyempurnaan. Terus terang, untuk menjadi pandangan alam, perlu ada kerangka kosmologis yangg memandang relasi antara manusia dengan sang pencipta, relasi manusia dengan sesama dan relasi manusia dengan alam,” ujarnya.
Selain kosmologi, Din memandang Muhammadiyah perlu mendefinisikan konsep Ummah. Sebab, konsep ini mau tak mau kudu didefinisikan agar jangkauan mengerti Islam Berkemajuan tidak menjadi pendapat yangg berkarakter regional, melainkan global.
Sembari mendorong Muhammadiyah merumuskan fondasi unik mengenai kosmologi dan arti ummah, Din beranggapan bahwa kerangka kosmologi Islam Berkemajuan adalah tauhid. Sedangkan posisi organisasi manusia di muka bumi (al-ummah) adalah sebagai khalifah yang memakmurkannya.
Din menilai, rumusan tentang dimensi ontologi, kosmologi, hingga konsep Al-Ummah ini perlu dikaji dengan serius oleh Muhammadiyah agar menjadi semacam pedoman filosofis bagi para penggiatnya. Termasuk bagi bumi Islam di luar sana agar mengerti Islam Berkemajuan tidak menjadi sekadar teori yangg mempunyai kesenjangan antara idealitas dan realitas.
Pada posisi ini, Muhammadiyah kata Din Syamsuddin sejatinya telah mempunyai modal berupa trisula gerakan;
Pertama, aktivitas kebaikan dalam corak praktek dan lembaga Amal Usaha Muhammadiyah; Kedua, sifat aktivitas yangg moderat (Al-Wasathiyah), tidak terjebak ke ekstrimitas (liberalisme/konservatisme); dan Ketiga, karakter aktivitas yangg berkarakter ashariyah, kemajuannya seiring dengan dinamika zaman.
Tiga modal ini, dia harapkan memacu upaya Muhammadiyah dalam menyempurnakan Risalah Islam Berkemajuan.
“Tapi yangg paling krusial sekali adalah penerapan dan realisasinya oleh Muhammadiyah itu sendiri yangg sudah spektakuler secara jumlah. Maka sekarang (kejar) kualitas. Kalau ini jadi pembuktian, Indonesia dengan Muhammadiyahnya bakal jadi tujuan bumi Islam untuk belajar,” tegas Din. (afn)
Hits: 0