Tindak Tegas Pelaku Jerat Satwa Liar nan Dilindungi
Medan, InfoMu.co – – Aksi jerat satwa liar di area rimba juga taman nasional saat ini semakin mengkhawatirkan menakut-nakuti ekosistem dan juga bentrok alias hubungan negatif yangg ditimbulkan. Perlu edukasi, penyadaran kepada masyarakat yangg tinggal di sekitar area taman nasional hingga tindakan tegas terhadap para pelaku jerat satwa liar tersebut.
Hal ini menjadi konklusi pada obrolan ‘Strategi Penyelamatan Satwa Liar dari Ancaman Jerat dan Perburuan’ yangg digelar Sumatera Tropical Forest Journalism (STFJ) di Kafe Rumah Kita Jalan STM, Medan, Selasa 20 Juni 2023.
“Pelaku bakal ditindak tegas sesuai Pasal 21 UU 5 tahun 1990 tentang konservasi, menangkap, melukai satwa liar yangg dilindungi, balasan maksimal 5 tahun denda maksimal Rp100 juta,” ungkap Kabid Pengelolaan Taman Nasional Wilayah III Stabat BBTNGL, Palber Turnip yangg datang sebagai narasumber.
Turut datang narasumber lainnya, Kepala Balai Taman Nasional Batang Gadis (TNBG), Teguh Setiawan, Ketua Forum Kehutanan Daerah Sumatera Utara, Panut Hadiswoyo dan Direktur STFJ, Rahmad Suryadi. Turnip menyebutkan, masyarakat kudu mengerti atas akibat tindakan jerat, meski pun yangg menjadi sasaran adalah babi hutan. Hewan yangg juga disebut celeng ini menjadi salah satu buruan Harimau Sumatera (Panthera tigris).
“Karena babi rimba itu merupakan bagian dari ekosistem yangg berasal dari taman nasional. Kalau babi rimba yangg menjadi mangsa harimau habis, maka bentrok harimau memangsa ternak penduduk bakal semakin meningkat,” sebut Turnip.
Katanya, semestinya masyarakat sekitar area TNGL bisa menerima kehadiran satwa liar dengan tidak memasang jerat sebagai penghalang yangg malah menakut-nakuti kehidupan satwa tersebut.
“Masyarakat kudu bisa menerima kehadiran satwa liar ini di area kelola mereka, dengan tidak memasang jerat tetapi barrier yangg merupakan pembatas tanaman alias perkebunan penduduk agar tidak terganggu,” ujar Turnip.
Soal penegakan hukum, Turnip menjelaskan, tahun ini pihaknya menangkap pelaku yangg melakukan jerat di pemisah area TNGL. Pelaku memasang lebih dari 100 jerat, yangg menjerat sepasang Beruang Madu di Kecamatan Sei Lepan, Kabupaten Langkat.
Kasus ini sudah dalam tahap persidangan. Selain itu, pihaknya juga menemukan indikasi keterlibatan oknum yangg masuk ke dalam area mencoba mengambil satwa liar.
“Ini sedang dalam proses dan kita tetap pada prinsip semua sama di hadapan norma siapa pun jika tertangkap tangan kita bakal proses hukum,” tegasnya.
Sementara itu, Kepala Balai Taman Nasional Batang Gadis , Teguh Setiawan mengatakan, tahun ini satu kasus jerat satwa liar di area Taman Nasional Batang Gadis terjadi pada Mei yangg menjerat harimau sumatera yangg menyebabkan kematian. Paska kejadian itu, pihaknya rutin mengelar operasi jerat dan mengedukasi masyarakat serta berupaya membangkitkan nilai luhur masyarakat untuk menjaga satwa liar.
“Kita kembalikan rasa saling menghormati antara kita manusia dengan satwa liar yangg memang tinggal di letak tersebut. Harus bisa sama-sama datang dan tidak saling menganggu. Ini yangg krusial dibangkitkan kembali nilai-nilai luhur, jangan sampai luntur,” katanya.
Ketua Forum Kehutanan Daerah Sumatera Utara, Panut Hadiswoyo yangg turut datang sebagai narasumber mengatakan, yangg utama dalam perihal Strategi Penyelamatan Satwa Liar dari Ancaman Jerat dan Perburuan ini adalah aspek pendorong pelaku melakukan tindakan tersebut.
“Jerat salah satu ancaman. Jerat teknologi paling sederhana, murah, mudah tapi mematikan. Persoalannya bukan soal jerat, tapi aspek pendorong kenapa orang melakukan penjeratan,” katanya.
Katanya, menilik dari negara Asia Tenggara, tindakan jerat dilakukan lantaran permintaan pasar. Dimana, negara-negara seperti Laos, Kamboja dan Vietnam ‘menghalalkan’ jerat satwa liar untuk dikonsumsi.
Katanya, kebutuhan makan daging satwa liar ini juga atas pemikiran menjadi sumber protein. Jerat juga sengaja digunakan untuk mendapatkan satwa liar yangg menjadi sasaran lantaran adanya permintaan.
“Di Asia Tenggara, makan daging satwa liar itu utama dan jerat dilakukan mencapai 12 juta jerat. Negara Laos, vietnam, Kamboja sebanyak 7 persen daging di restoran berasal dari satwa liar. Ini menjadi dorongan,” jelas Panut.
Diskusi ini turut dihadiri Program Manager WCS IP, Tarmizi, Founder Voice of Forest, Bambang Saswanda Harahap, Wildlife Whisper Sumatera, Badar Johan, Arisa juga dari WWS, Inji Warrior, Mahdiyah dan sejumlah wartawan lingkungan. Diskusi ini diharapkan menjadi pembelajaran dan penyadartahuan tentang kebenaran ancaman yangg terjadi pada satwa yangg dilindungi. (sh)