MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA – Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) melalui Kepala BNPT, Rycko Amelza, Rabu (6/9) mewacanakan untuk mengontrol tempat ibadah. Wacana tersebut dilontarkan untuk mencegah potensi radikalisme dan promosi kebencian di tempat ibadah.
Menanggapinya, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir berambisi wacana tersebut tidak dilaksanakan. Sebab selain berkarakter mundur ke belakang, kebijakan itu dia anggap melukai sejarah kebangsaan dan justru berpotensi menciptakan bentrok mendatar baru.
“Bahwa kepercayaan dan umat berakidah di Indonesia punya sejarah panjang, melekat dengan degub nadi kehidupan bangsa, ikut memperjuangkan kemerdekaan dengan darah dan meletakkan pondasi Keindonesiaan berbareng dengan seluruh komponen bangsa,” ucapnya.
“Lebih dari itu memang juga tidak proporsional lantaran masjid dan tempat-tempat ibadah itu menjadi sumber api nilai berbangsa, apalagi menjadi sumber nilai etika masyarakat,” kata Haedar pasca aktivitas di Fakultas Hukum UII, Sleman, Kamis (7/9).
Mendukung upaya BNPT melawan radikalisme, Haedar mendorong agar tidak melakukan generalisasi alias apalagi kriminalisasi pada kepercayaan maupun umat kepercayaan tertentu. Haedar menekankan bahwa posisi kepercayaan dan umat berakidah di Indonesia adalah poros kultural ketahanan NKRI.
“(dengan kebijakan itu) kelak akibat luasnya bahwa sosial order itu kehilangan daya kulturalnya di mana satu kekuatan kultural bangsa kita itu kan umat beragama,” ingatnya.
Mengenai sistem kontrol yangg diwacanakan BNPT untuk melibatkan masyarakat, Haedar juga tidak setuju. Dirinya berpendapat, pengawasan masyarakat ketika diendorse oleh negara hanya bakal melahirkan bentrok horizontal.
“Sejatinya masyarakat itu kan punya self-mechanism, saling kontrol satu sama lain. Tapi ketika itu diendorse oleh negara, mengawasi masjid, mengawasi gereja, dan seterusnya itu justru berpotensi menciptakan bentrok horizontal. Jadi di sinilah pentingnya kearifan, kecerdasan, dan tanggung jawab yangg lebih luas baik dari BNPT maupun lembaga pemerintah, lebih-lebih mau pemilu 2024 yangg memerlukan suasana yangg kondusif,” pesannya.
Haedar berambisi BNPT membatalkan wacana tersebut dan memilih cara-cara lain yangg lebih arif dan konstruktif bagi ketahanan bangsa sesuai konteks Keindonesiaan.
“Jadi kami percaya Kepala BNPT dan jejeran BNPT untuk meninjau kembali dan tidak melanjutkan langkah untuk mengawasi tempat ibadah,” ucapnya.
“Jangan sampai itu menjadi kebijakan lantaran jika masjid kelak ada pengawasan, lampau tempat-tempat ibadah juga ada pengawasan, lenyap itu sekolah, itu nambah suasana kebangsaan makin terkesan dramatis, terkesan ada sirine (bahaya),” nasihat Haedar. (afn)
Hits: 385