Jual beli pada dasarnya adalah aktivitas muamalah yangg norma dasarnya adalah (mubah) boleh dilakukan siapa pun dengan strategi apa pun.
Hal itu sebagaimana dalam norma fikih disebutkan, “Hukum asal dalam muamalah adalah kebolehan sampai ada dalil yangg menunjukkan keharamannya”.
Namun, ada beberapa jual beli yangg dilarang dalam Islam, salah satunya adalah bai’ najasyi.
Pada umumnya kita mengenal praktik bai’ najasy dalam transaksi akad-akad tradisional maupun modern, tak terkecuali dalam jual beli di pasar hewan tradisional.
Tulisan ini bermaksud memberikan rambu-rambu, terlebih saat ini sedang puncak-puncaknya jual beli hewan kurban menjelang Hari Raya Idul Adha.
Jangan sampai pengadaan hewan kurban menjadi tidak berkah lantaran dalam jual-beli hewan kurban dilakukan dengan langkah yangg tidak benar, baik oleh penjual maupun pembeli.
Lantas apa yangg dimaksud bai najasyi? kenapa dilarang?
Pengertian Bai’ Najasyi
Bai’ najasy sering kali didefinisikan sebagai jual beli dengan provokasi nilai lewat rekayasa permintaan.
Dalam arti yangg lain Bai’ najasy (rekayasa pasar dalam demand), ialah jika seorang produsen (pembeli) menciptakan permintaan palsu.
Seolah-olah ada banyak permintaan terhadap suatu produk, sehingga nilai jual produk itu naik.
Menurut syara’, bai’ najasy merupakan upaya meningkatkan nilai peralatan dagangan (pump and dump) oleh orang yangg sebenarnya tidak menghendaki membeli peralatan tersebut dengan tujuan agar orang lain masuk dalam perangkapnya.
Itulah sebabnya, tindakan itu dikenal dengan istilah najasy, lantaran pihak yangg berkedudukan selaku penawar tiruan (najisy) ini berkedudukan dalam menambahkan daya pikat terhadap peralatan dagangan. (Fathu al-Bari Syarah Shahih Bukhari li Ibn Hajar al-Asqalani, juz 4, laman 416)
Dalam kajian fikih klasik, rekayasa ini misalnya adalah ada seorang pedagang yangg mempunyai 4 orang anak buah. Keempatnya diminta untuk berpura-pura melakukan penawaran terhadap peralatan yangg dijual oleh seorang penjual.
Tujuannya, agar masyarakat yangg memandang menjadi tertarik untuk ikut nimbrung di lapak mereka, kemudian terjaring melakukan praktik transaksi pembelian.
Kaitannya dalam janji jual-beli hewan, bai’ najasyi terjadi ketika penjual sengaja meminta orang lain (keluarga, kerabat alias teman) untuk berpura-pura melakukan penawaran dengan nilai yangg tidak semestinya.
Semisal seekor kambing dengan nilai jual 3 juta direkayasa dengan penawaran tiruan menjadi 4 juta dengan tujuan agar calon pembeli lain ikut terjaring dan nilai hewan tersebut naik.
Hukum Bai’ Najasyi Menurut Syariat Islam
Bai’ najasy hukumnya diharamkan dalam Islam sesuai dengan sabda dari Abi Hurairah RA bahwa Rasulullah SAW bersabda:
“Jangan melakukan talaqqi rukban, jangan membeli sesuatu yangg sudah dibeli saudaranya, jangan melakukan jual beli najasy, jangan melakukan datang li bad, jangan melakukan tashriyatul ghanam.” (HR. Abi Hurairah RA.)
Kemudian sabda yangg diriwayatkan oleh Ibnu Umar radliyallahu ‘anhuma:
نهى النبي صلى الله عليه وسلم عن النجش
“Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melarang praktik jual beli najasy.” (HR Bukhari, nomor hadits 2.035).
Kedua sabda di atas menegaskan bahwa transaksi dan praktik bai’ najasy dilarang dalam Islam. Maksud larangan tersebut adalah haram.
Karena berakibat negatif (mafsadah) terhadap pasar dan masyarakat secara luas yangg itu bertentangan dengan prinsip dasar fiqih muamalah.
Kesimpulan
1. Transaksi ba’i najasy itu jelas dilarang dan tidak diperbolehkan. Dasar pelarangan ini berasas hadits Rasulullah SAW yangg diriwayatkan oleh Bukhari serta sabda yangg diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA.
2. Transaksi najasy diharamkan lantaran si penjual bersekongkol dengan orang lain untuk memuji barangnya alias menawar dengan nilai tinggi agar orang lain tertarik untuk membeli.
Si penawar sendiri tidak bermaksud untuk betul-betul membeli peralatan tersebut. Ia hanya mau menipu orang lain yangg betul-betul mau membeli.
Sehingga di dalamnya terdapat unsur penipuan dan manipulasi seperti bermaksud untuk memberi kesan kepada pasar seolah-olah terdapat permintaan/penawaran yangg tinggi, sehingga pasar terpengaruh untuk membeli/ menjual.
Wallahu a’lam bish-shawab. (*)