KHITTAH.CO, MAKASSAR – Ketua PW Muhammadiyah Sulawesi Selatan (Sulsel) menyinggung tindakan vandal sejumlah oknum yangg membubarkan obrolan Diaspora yangg dihadiri mantan Ketua PP Muhammadiyah, Din Syamsuddin. Menurut dia, tindakan tak layak itu menunjukkan bahwa Indonesia sedang darurat kebebasan berkumpul dan berdiskusi.
Ambo Asse menyampaikan itu saat sambutan pada pengajian umum oleh Majelis Tabligh PWM Sulsel yangg mengangkat tema ‘Cinta Tanah Air bagian dari Iman’, di Masjid Subulussalam Al Khoory Unismuh Makassar, Senin, 30 September 2024, kemarin.
Sebagaimana diketahui, silaturahmi dan obrolan yangg diprakarsai Forum Tanah Air di Hotel Grand Kemang, Jakarta pada Sabtu, 28 September 2024, diserang sekelompok orang sebelum aktivitas dimulai. Mereka merobek backdrop, mematahkan tiang mikrofon dan merusak layar LCD Proyektor.
Kelompok tak dikenal itu juga menakut-nakuti dengan meneriaki dan mengacungkan telunjuk ke arah peserta diskusi. Padahal, aktivitas itu rencananya menghadirkan sejumlah tokoh seperti Din Syamsuddin, Refly Harun, Said Didu dan tokoh lainnya untuk membahas isu-isu kebangsaan kini.
“Umat sekarang ini kudu bangkit, kebaikan-kebaikan yangg mau dilakukan malah dijahati. Coba lihat obrolan pak Din, dijahati, dibubarkan,” kata Ambo Asse.
Peristiwa itu, menurut Ambo Asse menambah sejumlah catatan ‘September Kelam’. Ia apalagi berseloroh jika obrolan serupa bakal digelar nantinya, peserta kudu mengantisipasi tindakan pembubaran seperti serupa.
“Gerakan-gerakan 30 September ini kudu tetap diwaspadai. Malah ketika saya lihat itu aktivitas yangg dilakukan dalam menghadapi rombongan Pak Din itu, jika ada aktivitas kita kudu siap. Harus tetap siap siaga, negara kita terancam,” tutur Ambo.
Pesan Ambo Asse untuk Aparat Keamanan
Sebelum sambutan, Ambo Asse melaksanakan salat Ashar berjamaah di tempat itu. Ia mengaku sengaja berdiri berdampingan dengan Khaedir Makkasau (TNI yangg menjadi salah satu narasumber pengajian) sebagai pesan agar abdi negara militer tak berpihak kepada penjahat negara.
“Tadi waktu salat, saya sengaja di dekat tentara agar aman. Tentara ini kudu tegas, tidak boleh memihak kepada kejahatan. Ini sepertinya sudah mau muncul apa yangg pernah diucapkan kyai Hasyim Muzadi, bahwa keamanan diamankan, jaksa dituntut, pengadil diadili. Ini kan banyak kejadian sekarang ini lantaran keadilan tidak tegak,” papar Ambo.
Bahkan, Ambo mengaku sering menyaksikan buletin kejahatan melalui saluran TV. Menurut dia, maraknya kejahatan adalah bukti lemahnya penegakan hukum.
“Kejahatan-kejahatan dan pembunuhan bukan main, tidak ada yangg menyenangkan jika kita nonton televisi, tidak ada yangg menyenangkan,” tutur dia.
“Kenapa seperti itu, lantaran norma tidak membikin jerah, norma lemah, orang membunuh hukumannya 12 tahun. Kalau dia orang miskin dan sudah putus asa menjalani kehidupan, dia pergi bunuh orang lampau masuk penjara, makan gratis, keluar dari penjara kembali lagi. Begitu juga dengan pengedar narkoba sekarang ini, gimana itu?. Narkoba yangg diedarkan banyak yangg back up, yangg back up justru pengamanan,” imbuh Ambo.
Selain lemahnya penegakan hukum, Ambo juga menyentil lunturnya budaya malu bagi sebagian orang. Karena itu, dia menyitir sabda Nabi Muhammad SAW soal kebiasaan orang melakukan dan memamerkan kejahatan disebabkan kurangnya rasa malu.
“Bahkan di kampung saya, pernah tanya orang, apa kerjamu, dia bilang sobis, saya tanya apa itu? penipu online, eh terus terang, tidak malu. Makanya budaya malu juga kudu dibudayakan, gimana agar malu, lantaran orang yangg tidak punya malu sembarang dia mau lakukan. Makanya nabi mengatakan, jika Anda tidak malu, Anda kerjakan apa yangg Anda suka,” tandas dia.
Setelah Ambo Asse, pengajian umum dilanjutkan oleh Mayor Inf. Khaedir Makkasau dengan memaparkan materi ‘Ancaman Kekuatan Asing Terhadap Kedaulatan NKRI: Komunisme, Liberalisme, dan Radikalisme’.
Dalam paparannya, Khaedir menekankan perlunya Indonesia menjadi negara mandiri. Hanya dengan itu, Indonesia bakal terbebas dari intervensi negara asing.
“Yang kita butuhkan adalah kemandirian Bangsa Indonesia, sehingga negara kita tidak berjuntai dengan support apapun alias pinjaman kepada negara lain, dan tidak mudah diintervensi baik dalam corak budaya maupun yangg lainnya,” tegas dia.
Khaedir juga menganggap perlunya negara menyiapkan SDM mumpuni. “Kita kudu menjadi orang yangg tahu, profesional. Kalau tidak, maka orang luar (tenaga kerja asing) bakal masuk ke negara kita,” tutur Khaedir.
Setelah Khaedir, Wakil Ketua PW Muhammadiyah Sulsel, Mustari Bosra melanjutkan jalannya diskusi. Panitia pelaksana memberinya amanah untuk menjelaskan ‘Peran Kesejarahan dan Komitmen Muhammadiyah Terhadap Kedaulatan NKRI’.
Guru Besar Ilmu Sejarah Universitas Negeri Makassar (UNM) ini menyebut Muhammadiyah berkedudukan krusial dalam mewujudkan kemerdekaan RI. Sebagaimana diketahui, Muhammadiyah telah berdiri sejak 1912 dan telah aktif menyelenggarakan kongres dengan jumlah personil yangg tersebar di seluruh penjuru negeri.
“Muhammadiyah berkedudukan merekatkan persatuan lantaran sudah terbentuk di beragam wilayah Indonesia dan setiap tahun mengadakan kongres waktu itu. Tidak bisa tidak, Muhammadiyah berkedudukan besar dalam merebut kemerdekaan. Lewat Muhammadiyah ditumbuhkan kesadaran nasional untuk berjuang merebut dan mempertahankan kemerdekaan,” papar Mustari.
Sebelum menutup diskusi, Mustari merefleksi cita-cita Muhammadiyah adalah menciptakan masyarakat islami. “Peran orang-orang Muhammadiyah sangatlah besar, namun Muhammadiyah tidak pernah punya kemauan untuk mengubah Indonesia menjadi negara Islam,” tutup dia.
Diketahui, pengajian Umum Majelis Tabligh PW Muhammadiyah Sulsel menghadirkan ratusan penduduk Persyarikatan. Turut datang pula Wakil Ketua Muhammadiyah Sulsel Saiful Saleh, Abbas Baco Miro, Dahlan Lama Bawa, Ketua MT Muhammadiyah Sulsel Nurdin Mappa, Ketua PDM Maros Muhammad Amin Duddin, serta dosen, tenaga kerja dan mahasiswa Unismuh Makassar.
Post Views: 19