
*) Oleh: Dr. Slamet Muliono Redjosari
Allah menciptakan manusia dengan hidayah logika agar bisa memahami kebenaran, termasuk buletin kenabian dan perkara gaib. Namun, sering kali logika justru menjadi sumber penyimpangan.
Salah satu corak penyimpangan itu adalah meragukan kebenaran yangg disampaikan para rasul, apalagi menolak peringatan yangg telah dijelaskan dalam Al-Qur’an.
Akal yangg semestinya menjadi perangkat untuk mencari kebenaran berubah kegunaan menjadi perangkat pembenaran atas kesesatan dan perlawanan terhadap wahyu.
Penolakan Neraka
Kedatangan para nabi bermaksud untuk memperingatkan manusia dari kesalahan keyakinan. Mereka membawa berita ceria berupa surga bagi yangg alim dan ancaman neraka bagi pelaku kejahatan.
Namun, banyak orang menganggapnya sebagai sekadar dongeng yangg tak perlu dipercaya sebelum betul-betul terlihat di depan mata. Mereka berkata, “Tunjukkan neraka itu kepada kami, baru kami bakal percaya.”
Hal ini ditegaskan dalam Al-Qur’an:
وَيَسۡتَنۢبِـُٔونَكَ أَحَقٌّ هُوَ ۖ قُلۡ إِي وَرَبِّيٓ إِنَّهُۥ لَحَقّٞ ۖ وَمَآ أَنتُم بِمُعۡجِزِينَ
“Dan mereka menanyakan kepadamu, ‘Benarkah (azab yangg dijanjikan) itu?’ Katakanlah, ‘Ya, demi Tuhanku, sesungguhnya balasan itu adalah betul dan Anda sekali-kali tidak bisa luput (darinya).” (QS. Yunus: 53)
Kesombongan mereka membikin mereka menolak peringatan. Realitas kehidupan yangg semakin makmur dan kekuasaan yangg terus bertambah membikin mereka merasa kondusif dari ancaman azab.
Namun, ketika kematian datang, kepercayaan mereka diuji. Allah menghadapkan neraka di hadapan mereka sebagai jawaban atas kesombongan dan pendustaan mereka.
Neraka yangg dulu mereka dustakan sekarang menyala-nyala di depan mata, dengan kobaran api yangg tak terbayangkan. Jeritan ketakutan menggema, wajah-wajah pucat penuh penyesalan. Mereka berkata:
“Ya Tuhan! Kembalikan kami ke dunia! Kami bakal beriman! Kami tak bakal mendustakan lagi!”
Namun, tak ada lagi jalan kembali. Waktu telah habis. Kesempatan telah berlalu. Kini mereka hanya bisa menyesali kegoblokan mereka sendiri.