Berita
- by AS
- 10 Januari 2025
- 0 Comments
- 1 minute read
- 27 Views
- 15 jam ago
KLIKMU.CO – Polarisasi di kalangan umat Islam di Indonesia semakin tajam, dipicu oleh tiga rumor utama: politik dan hukum, kebebasan beragama, serta rumor gender. Hal ini disampaikan oleh Dr Salahudin MPA dalam kelas berjudul Polarization of Islam: Challenges of Democracy and Multiculturalism in Indonesia.
Kelas yangg merupakan kerjasama antara Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) dengan Eurasia Foundation ini digelar dalam rangkaian Eurasia Lecture Series.
“Perbedaan pandangan di kalangan umat Islam menunjukkan pentingnya penguatan kesadaran pluralisme di Indonesia, baik dalam beragama, berpolitik, berbangsa, maupun bernegara,” jelas Dr Salahudin.
Politik dan Hukum
Isu politik dan norma menjadi pemicu utama polarisasi ini. Di satu sisi, kebanyakan umat Islam menentang tindakan terorisme sebagai kejahatan yangg bertentangan dengan aliran agama.
Namun, langkah politik seperti bergabungnya Prabowo Subianto dalam Kabinet Jokowi memicu reaksi negatif. Sebagian umat Islam menganggap tindakan tersebut sebagai pragmatisme politik yangg mengecewakan pendukungnya.
Selain itu, kebijakan yangg melarang penggunaan jilbab di beberapa sekolah negeri menimbulkan gelombang penolakan. Banyak yangg memandang patokan ini sebagai corak pelanggaran terhadap kebebasan beragama.
Kebebasan Beragama
Kebebasan berakidah juga menjadi rumor sensitif. Kelompok Ahmadiyah dan Syiah, misalnya, tetap menghadapi stigma negatif di kalangan umat Islam. Menurut Dr Salahudin, ketegangan ini mencerminkan adanya ketidaksepakatan dalam memahami keberagaman keagamaan.
“Kita perlu lebih banyak ruang untuk perbincangan yangg membangun kesadaran bahwa keberagaman adalah realitas yangg kudu diterima,” tegasnya.
Isu Gender
Isu kelamin turut memainkan peran dalam polarisasi umat Islam. Dukungan terhadap kepemimpinan wanita meningkat, menunjukkan kemajuan dalam penerimaan kesetaraan gender.
Namun, perdebatan tentang RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) memperlihatkan adanya perpecahan. Sebagian umat Islam mendukung RUU ini sebagai upaya melindungi hak-hak korban, sementara yangg lain cemas terhadap dampaknya terhadap nilai-nilai agama.
Polarisasi ini mencerminkan tantangan besar dalam kerakyatan Indonesia. Dr. Salahudin menegaskan bahwa kerakyatan memerlukan penguatan pada aspek kelembagaan dan budaya yangg lebih inklusif.
“Jika tidak ditangani dengan baik, polarisasi ini dapat menjadi ancaman serius bagi stabilitas politik dan pertumbuhan ekonomi di masa depan,” ungkapnya.
(Ade Candra/AS)