Adakah Waktu untuk Muhammadiyah? - MuhammadiyahNews.com

Sedang Trending 1 tahun yang lalu
Ace Somantri, pengajar Universitas Muhammadiyah Bandung. personil PWM Jawa Barat Periode 2022-2027. (Dok pribadi)

Oleh: Ace Somantri

KLIKMU.CO

Perhelatan regenerasi ketua perihal absolut terjadi. Melalui permusyawaratan arena adu pendapat dan buahpikiran bukan untuk kejuaraan membangun narasi kalah menang, melainkan memelihara tradisi berpikir kritis-konstruktif. Muhammadiyah organisasi sudah makan garam, jam terbangnya sudah mendunia. Globalisasi tidak terhindari, sekat pemisah ruang dan waktu dalam teritori sudah nyaris tidak ada, apalagi para pembisnis bumi baginya tidak ada negara dan bangsa, melainkan hanya ada pasar dan konsumen.

Namun juga tidak bisa dihindari, regenerasi manusia terus terjadi melalui ledakan masyarakat memenuhi populasi. Muhammadiyah melalui pendapat produktif sang kretor KH. A. Dahlan, lahir dan berdiri tegak kokoh tidak ada nan bisa merobohkan, sekalipun kekuatan politik kekuasaan menghabisi. Namun, semua itu justru membangkitkan spirit dan motivasi super energik. Tidak peduli kekayaan dan jiwa menjadi taruhannya, risalah Islam kudu bisa memberi solusi.

Kenapa pendapat KH. A. Dahlan konsisten alias istiqomah dalam menggerakkan masyarakat hingga bisa bamgkit bergerak melawan ketidakadilan, memperbaharui faham-faham aliran Islam nan bekemunduran penuh dengan kesyirikan animismen dan dinamisme serta kesyirikan pragmatisme dan hedosnisme. Mencerahkan masyarkat umum maupun penduduk persyarikatan terpelajar nan terpapar skeptisisme terhadap kejadian aliran nan berkembang, baik itu faham berasal madzab alias aliaran, alias faham Islam sempalan.

Karena dengan pencerahan bakal memotivasi dan menginspirasi untuk mengubah diri setelah mengerti dan memahami apa nan semestinya nan diubah dalam dirinya. Memberdayakan, lantaran masyarakat secara aktual tetap banyak nan dhu’afa ekonomi, pendidikan, sosial, dan politik. Sehingga mereka memerlukan sentuhan dan pendampingan untuk lebih berkekuatan nan memanusiakan, dan berambisi membikin dirinya semakin percaya diri dan bangkit dari kelemahannya.

Bagaimana kondisi hari ini para penggerak Muhammadiyah diabad kedua, sudahkah mengambil dan menjemput peradaban nan memajukan dan mensejahterakan? Kiranya sangat krusial dicatat dalam program taktis dan strategis pada momentum permusyawaratan di beragam level ketua persyarikatan. Hanya muncul pertanyaan selama ini, konsep dan pendapat brilian nan sangat strategis itu hanya ada dalam wacana belaka, lantaran faktanya data-data tersimpan rapih dalam lemari kerja persyarikatan.

Para ketua nan dahsyat penuh gelar akademik, mereka sibuk di kampus masing-masing alias di mana ketua bekerja. Pengkhidmatan di persyarikatan sangat-sangat terbatas, apalagi ketua mempunyai kedudukan strategis di tempat kerjanya sudah dipastikan tidak punya waktu untuk berjibaku di Muhammadiyah dan hanya nama nan terpampang.

Kesediaan waktu di Muhammadiyah kudu menjadi perioritas, bukan sisa dari sisa waktu nan diberikan kepada Muhammadiyah. Apalagi hanya untuk menjadi kendaraan kepentingan pragmatis dan politis. Itu merupakan perbuatan buruk dan menghinakan.

Pimpinan ke depan  bukan banyak gelar akademik, melainkan ketua nan peduli dan peka pada wilayah, daerah, bagian dan ranting. Pimpinan bukan pula peduli pada kebaikan upaya nan besar dan maju, melainkan nan peduli pada kebaikan upaya nan mini dan miskin, ketua bukan nan hanya bicara dari mimbar ke mimbar memberi sambutan dan gunting pita peresmian melainkan melakukan nyata menata berbareng personil jamaah merasakan panas terik mentari dan dinginnya basah guyuran hujan. Pimpinan bukan banyak berbicara basa-basi dengan jari telunjuk tangan menunjuk ini dan itu, melainkan turun urun rembuk ikut berkeringat dengan tenaga untuk bekerja apa nan kudu diangkat dan diambil.

Adakah waktu penuh bagi ketua untuk melakukan perihal ihwal nan dijelaskan di atas? Apapun dalilnya, sekalipun katanya ketua itu cukup “job delegation” dapat dikatakan betul andaikan sistem operasional melangkah dengan baik. Harus diakui dan disadari, di Muhammadiyah nyaris dipastikan keumumannya hanya dipandang oleh para penduduk dan pengurus persyarikatan bahwa Muhammadiyah sebagai entitas sosial nirlaba tidak wajib berjibaku totalitas, jadi tidak jadi masalah hanya paruh waktu, sewaktu-waktu dan sisa dari sisa waktu.

Faktanya betul ada dan dirasa, bermuhammadiyah saat ini hanya untuk menambah curiculum vitae dan menambah branding diri, bahkan  terindikasi ada tujuan tertentu nan terselubung diantaranya untuk menambah sampulsurat dan individual positioning pada publik. Sehingga menggeret posisi tawar dirinya lebih dihargai dan dihormati. Anggapan itu hanya perkiraan saja sesuai indikasi nan muncul, jikalau tidak  demikian tidak mesti tersinggung apalagi marah.

Waktu sangat berharga, tidak dapat ditukar dengan duit berapapun selain kita dijajah oleh waktu sehingga sangat murah nilai tukarnya. Bermuhammadiyah menghargai waktu sangat mahal harhganya, lantaran ketika bermuhammadiyah sudah pasti berbangsa dan bernegara, pasalnya pendekatan historis dilihat faktanya banyak tokoh Muhammadiyah menjadi kunci pelopor kemerdekan, pengisi pasca kemerdekaan serta membangun orde lama, orde baru dan orde reformasi.

Artinya, saat ini ketua persyarikatan diberbagai level bukan ramai-ramai terjebak pada paket ketua nan cemas terpapar hawa nafsu like and dislike dan mengabaikan objektifitas dan rasionalitas. Siapapun nan bermuhammadiyah semestinya berpikir dan berkarya mengedepankan kerasionalan dan objektifitas, rumusan berakidah Islam dalam implementasinya menggerakan,  memperbaharui, mencerahkan dan memberdayakan.

Waktu tidak bakal pernah kembali, kekecewaan dan kekesalan tidak boleh dipelihara dan disimpan dalam hati, lantaran bakal menumbuhkan kebencian. Hujan kritik jangan dianggap benci, itu corak peduli dan sayang. Namun, kudu sadar diri senantiasa untuk pertimbangan dan introspeksi diri sekiranya ada perihal nan kudu diperbaiki maka segera diperbaiki sesuai kesalahannya.

Hindari untuk niat membalas lantaran sakit hati, apapun alasannya prilaku balas dendam tidak bakal memperbaiki melainkan bakal menumbuhkan sifat iri dan dengki menjadi sifat nan mengingkari aliran Ilahi rabbi. Banyak catatan dalam hidup, apalagi manakala diberi amanah ketua dalam organisasi semakin berlipat catatannya, khususnya catatan pertanggungjawabannya.

Siapapun mereka selama mempunyai kartu anggota, mengikuti pengkaderan di ortom alias diinduk persyarikatan, ikut aktif terstruktur dari level ranting, cabang, wilayah hingga level diatasnya, mempunyai jam terbang bermuhammadiyah, banyak karya dan cipta bagi Muhammadiyah nan monumental, serta kehadirannya dapat dirasakan oleh persyarikatan. Tentunya reputasi skill leadership menjadi referensi untuk memberikan rekomendasi regenerasi kepemimpinan. Mereka semua berkuasa dan layak untuk didaulat menjadi ketua sesuai kapasitasnya. Terlebih Muhammadiyah menganut budaya kepemimpinan kolektif kolegia.

Semoga para ketua kedepan mempunyai waktu bermuhammadiyah nan baik dan betul sesuai norma persyarikatan Muhammadiyah. Keberlangsungan hasil perjuangan KH.A. Dahlan dapat ditingkatkan berlipat-ganda sehingga bisa mempengarahui masyarakat dunia. Aamiin Wallahu’alam. (*)

-->
Sumber Klikmu.co
Klikmu.co