MUHAMMADIYAH.OR.ID, SURAKARTA—Islam Berkemajuan berdasarkan pada Tauhid yangg murni. Dalam artian, hanya Allah yangg patut disembah, serta tidak menyekutukan-Nya dengan yangg lain. Tauhid yangg murni menjadi inti dari risalah yangg dibawa oleh nabi-nabi dan titik sentral kehidupan umat. Tauhid berarti pembebasan manusia dari mengerti kemusyrikan, percampuran dan kenisbian agama.
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti tidak sepakat dengan dugaan beberapa pihak yangg menghubungkan antara Islam yangg murni dengan ekstremisme dan radikalisme. Mereka menganggap bahwa Islam yangg murni tidak jauh berbeda dengan golongan militan yangg pro terhadap kekerasan. Penilaian seperti ini, ujar Mu’ti, tidak hanya keliru tapi juga menyesatkan.
Pasalnya, perintah untuk menyembah hanya kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya berulang kali disebutkan dalam Kitab Suci. Letak masalahnya bukan pada doktrin Tauhid dan Islam yangg murni, melainkan pada tataran pemaknaan dan aktualisasi dalam kehidupan berakidah dan bermasyarakat. Bagi Mu’ti, penanaman Tauhid yangg murni justru bakal membawa segenap umat pada persatuan.
Mu’ti menerangkan, tatkala menempatkan Allah sebagai satu-satunya pencipta, maka seluruh materi di alam raya ini adalah makhluk. Semua makhluk adalah buatan dan konstruksi-Nya. Allah tidak mempunyai sekutu dalam tindakan pembuatan dan tidak ada Pencipta alam semesta selain Dia. Hal ini melahirkan satu prinsip yangg disebut dengan unity of creation, kesatuan ciptaan.
“Selain Allah, semua itu makhluk. Malaikat itu makhluk, manusia itu makhluk, setan itu makhluk, tumbuh dan hewan juga makhluk. nan muncul dari Tauhid yangg murni itu adalah sikap di mana menempatkan makhluk sesuai dengan posisi masing-masing,” ucap Mu’ti dalam Pengajian Ramadhan PWM Jateng: Risalah Islam Berkemajuan & Aktualisasinya dalam Kehidupan di Universitas Muhammadiyah Surakarta pada Ahad (16/04).
Sebagai kesatuan ciptaan, manusia tidak diperkenankan menindas manusia yangg lain. Jika manusia menjajah sesama manusia, maka itulah manusia yangg tidak bertauhid. Inilah argumen kenapa Islam melarang praktek perbudakan. Dalam sistem perbudakan selalu ada tindakan kekerasan. Karena itulah, Tauhid yangg murni melahirkan manusia yangg merdeka, ialah manusia yangg tidak melakukan kekerasan terhadap manusia yangg lain.
Selain itu, pemahaman terhadap Tauhid yangg murni melahirkan insan-insan optimistis. Islam tidak mengajarkan untuk memandang hidup dengan penuh pesimisme. Sebab, Allah SWT telah melarang orang yangg beragama untuk berputus asa dari rahmat-Nya (QS. Yusuf: 87 dan Az-Zumar: 53), ditimpa malapetaka dan musibah (QS. Al-Isra: 83), dan dicabutnya nikmat (QS. Huud : 9). Berdasarkan ayat-ayat ini, putus asa merupakan perbuatan yangg dilarang Allah Swt, apalagi mengindikasikan sebuah kekufuran.
Jiwa orang yangg optimis adalah jiwa orang yangg beriman. Karena keagamaan yangg dimiliki seseorang mustahil bakal berputus asa alias kehilangan arah. Dalam Islam, sikap optimistis ditunjukkan dengan berprasangka baik kepada Allah bahwa dalam setiap kesulitan dan persoalan terdapat kemudahan dan jalan keluar (QS. Al-Insyirah: 5).
“Orang yangg beragama dan orang yangg bertauhid itu optimistis. Karena hidup dan mati, itu Allah yangg menetapkan. Orang-orang yangg bertauhid murni adalah mereka yangg tidak pernah putus asa di tengah kesulitan, karena dirinya percaya berbareng dengan kesulitan selalu ada kemudahan,” ucap Mu’ti.
Hits: 0